Manusia-manusia jam 5 sore berkumpul dan bercengkrama
sembari menghirup wangi kopi dingin dari kedai kopi berlambang Putri Duyung.
Sesekali hembusan asap putih tipis menyeruak dari sela-sela bibir kehitaman
dengan sorotan mata tajam sedikit kikuk tatkala pandangannya beradu dengan
orang-orang sekitarnya. Balutan kaus oblong merah marun yang dibebani belitan
sweater di lehernya seakan-akan menjadi benteng dari tatapan manusia lainnya
seakan-akan hal itu berhasil. Nyatanya tidak. Sesekali manusia-manusia yang
asyik membicarakan dilema pekerjaan di meja sampingnya tampak menoleh dengan
tatapan ingin tahu tanpa menghentikan obrolan dangkal sekenanya mengenai
pekerjaan. Seorang lelaki berumur sekitar 30 tahun, membawa ransel padat dan
duduk di pojokan kedai sembari merokok tampaknya memicu rasa ingin tahu
manusia-manusia itu. Mungkin karena ukuran badannya yang tidak biasa? Atau
karena mata sipit dan rambut keritingnya yang tampak kontradiktif dengan
tipikal bawaan fisik satu ras tertentu yang sering menjadi bulan-bulanan di
negara berkedok demokrasi ini.
Sebuah laptop hitam yang tampak kurang terawat terpapar di
depan lelaki di pojokan itu. Sebuah telepon selular putih yang terus bergetar
pertanda pesan yang berdatangan tanpa henti tampaknya tidak mengurangi rasa
kikuk dan sorotan matanya yang terus berputar ke segala penjuru kedai tersebut.
Gundah? Mungkin. Menunggu seseorang? Bisa jadi. Ada guratan senyum tipis
setelah tangannya meraih dan mengintip layar telepon selular yang warnanya
mulai kecoklatan tersebut.
“Cepat pulang bang. Adek kangen nih..” Sapa seseorang yang
tampak sudah menulis deretan pesan yang tampak di layar tersebut.
“Iya sabar ya. Flight
masih 3 jam lagi. Kamu jadi jemput abang di bandara?” balasnya cepat.
“Iya dong. Nanti
kalau abang diculik pramugari-pramugari bandara nasib aku gimana :D” ujar
balasan pesan tersebut.
Sang abang pun menyeringai lebar. “Hahahaha. Tenang aja. Lagipula mereka bakal nyesel nyulik
abang. Gak kuat kasih makannya. =))
Sudah ya. Abang berangkat ke bandara dulu. Biar bisa check-in terus santai deh
nunggu jadwal terbang” balasnya lagi.
“Okay. Mind your
belongings! It takes time and money to get it if you dropped it accidentally
there. See you when I see you”. Balasannya kembali datang tanpa waktu lama.
“Relax, I’ll make sure
not to leave anything behind. Love you”. Balasnya lagi untuk mengakhiri.
Sebuah notifikasi lain tetiba muncul di layar. “Terima kasih
mas sudah bela-belain ngunjungin aku.
That was such great nights together with
you! Sampai ketemu di Jakarta.”
Posisinya membeku, seringainya lenyap begitu saja. Seraut
wajah penuh penyesalan semakin jelas terlihat dari raut mukanya. Mungkin
pertanda teriakan hati kecil dan nurani yang habis babak belur dihajar oleh
kenyataan pahit yang telah terjadi. Lelaki itu kembali beringsut di atas kursi
kayunya yang tampak jengah diduduki berjam-jam seolah semakin memperburuk
suasana hatinya. Sosok itu pun kembali tenggelam di pojokan antara ramainya
pengunjung yang terus berdatangan tanpa henti, dibalik kebisingan kedai yang
mulai menyalakan lampunya karena sang gelap mulai turun.
~Beruang Lihai – Yogyakarta, 7 Mei 2015
No comments:
Post a Comment