Monday, May 25, 2015

See You When I See You



Manusia-manusia jam 5 sore berkumpul dan bercengkrama sembari menghirup wangi kopi dingin dari kedai kopi berlambang Putri Duyung. Sesekali hembusan asap putih tipis menyeruak dari sela-sela bibir kehitaman dengan sorotan mata tajam sedikit kikuk tatkala pandangannya beradu dengan orang-orang sekitarnya. Balutan kaus oblong merah marun yang dibebani belitan sweater di lehernya seakan-akan menjadi benteng dari tatapan manusia lainnya seakan-akan hal itu berhasil. Nyatanya tidak. Sesekali manusia-manusia yang asyik membicarakan dilema pekerjaan di meja sampingnya tampak menoleh dengan tatapan ingin tahu tanpa menghentikan obrolan dangkal sekenanya mengenai pekerjaan. Seorang lelaki berumur sekitar 30 tahun, membawa ransel padat dan duduk di pojokan kedai sembari merokok tampaknya memicu rasa ingin tahu manusia-manusia itu. Mungkin karena ukuran badannya yang tidak biasa? Atau karena mata sipit dan rambut keritingnya yang tampak kontradiktif dengan tipikal bawaan fisik satu ras tertentu yang sering menjadi bulan-bulanan di negara berkedok demokrasi ini.

Sebuah laptop hitam yang tampak kurang terawat terpapar di depan lelaki di pojokan itu. Sebuah telepon selular putih yang terus bergetar pertanda pesan yang berdatangan tanpa henti tampaknya tidak mengurangi rasa kikuk dan sorotan matanya yang terus berputar ke segala penjuru kedai tersebut. Gundah? Mungkin. Menunggu seseorang? Bisa jadi. Ada guratan senyum tipis setelah tangannya meraih dan mengintip layar telepon selular yang warnanya mulai kecoklatan tersebut. 

“Cepat pulang bang. Adek kangen nih..” Sapa seseorang yang tampak sudah menulis deretan pesan yang tampak di layar tersebut. 

“Iya sabar ya. Flight masih 3 jam lagi. Kamu jadi jemput abang di bandara?” balasnya cepat.

“Iya dong. Nanti kalau abang diculik pramugari-pramugari bandara nasib aku gimana :D” ujar balasan pesan tersebut.

Sang abang pun menyeringai lebar. “Hahahaha. Tenang aja. Lagipula mereka bakal nyesel nyulik abang. Gak kuat kasih makannya. =)) Sudah ya. Abang berangkat ke bandara dulu. Biar bisa check-in terus santai deh nunggu jadwal terbang” balasnya lagi.

“Okay. Mind your belongings! It takes time and money to get it if you dropped it accidentally there. See you when I see you”. Balasannya kembali datang tanpa waktu lama.

Relax, I’ll make sure not to leave anything behind. Love you”. Balasnya lagi untuk mengakhiri.

Sebuah notifikasi lain tetiba muncul di layar. “Terima kasih mas sudah bela-belain ngunjungin aku. That was such great nights together with you! Sampai ketemu di Jakarta.” 

Posisinya membeku, seringainya lenyap begitu saja. Seraut wajah penuh penyesalan semakin jelas terlihat dari raut mukanya. Mungkin pertanda teriakan hati kecil dan nurani yang habis babak belur dihajar oleh kenyataan pahit yang telah terjadi. Lelaki itu kembali beringsut di atas kursi kayunya yang tampak jengah diduduki berjam-jam seolah semakin memperburuk suasana hatinya. Sosok itu pun kembali tenggelam di pojokan antara ramainya pengunjung yang terus berdatangan tanpa henti, dibalik kebisingan kedai yang mulai menyalakan lampunya karena sang gelap mulai turun.

~Beruang Lihai – Yogyakarta, 7 Mei 2015

No comments:

Post a Comment